Senin, 23 April 2018

UPAYA HUKUM ATAS PUTUSAN TUN

Upaya hukum adalah alat atau sarana hukum untuk memperbaiki adanya kekeliruan pada putusan pengadilan. jenis upaya hukum ada dua, biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa yang dimaksud adalah (Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal, Banding dan Kasasi)Upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum).
Proses menentang keputusan hukum secara resmi dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh Penggugat atau Tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Upaya hukum Kasasi adalah pemeriksaan tingkat terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Apabila diantara para pihak masih belum puas terhadap putusan Hakim Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi, maka dapat ditempuh upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali. alasan-alasan permohonan peninjauan kembali;
a.         Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus
b.        ada bukti-bukti baru yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
c.         bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya
d.        diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu hal yang sama, atas dasar yang sama, dan oleh pengadilan yang sama.,
e.         Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata,

PUTUSAN TUN

Jenis Putusan dalam PTUN antara lain Putusan yang bukan putusan akhir, Putusan akhir, Gugatan tidak dapat diterima dan Gugatan gugur. Putusan yang bukan putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum pemeriksaan sengketa TUN dinyatakan selesai, yang ditujukan untuk memungkinkan atau mempermudah pelanjutan pemeriksaan sengketa TUN di sidang pengadilan.
Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim setelah pemeriksaan sengketa TUN selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan tertentu.  Putusan berupa Gugatan tidak dapat diterima adalah Putusan yang berupa gugatan tidak diterima adalah putusan yang menyatakan bahwa syarat-syarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan yang diajukan oleh penggugat.  Putusan berupan Gugatan gugur adalah putusan yang dijatuhkan hakim karena penggugat tidak hadir dalam beberapa kali sidang, meskipun telah dipanggil dengan patut atau penggugat telah meninggal dunia.
 Kekuatan Hukum dari Putusan TUN antara lain Kekuatan pembuktian, Kekuatan mengikat, Kekuatan eksekutorial. Kekuatan pembuktian adalah kekuatan hukum yang diberikan kepada suatu putusan hakim bahwa dengan putusan tersebut telah diperoleh bukti tentang kepastian sesuatu. Putusan hakim adalah akta autentik, sehingga putusan hakim tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Kekuatan mengikat dari putusan hakim adalah kekuatan hukum yang diberikan kepada suatu putusan hakim bahwa putusan tersebut mengikat yang berkepentingan untuk menaati dan melaksanakannya. Kekuatan eksekutorial dari putusan hakim adalah kekuatan hukum yang diberikan kepada suatu putusan hakim bahwa putusan tersebut dapat dilaksanakan. Sebagai syarat bahwa suatu putusan hakim memperoleh kekuatan eksekutorial adalah dicantumkannya irah-irah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pada putusan hakim tersebut.

PEMERIKSAAN PERKARA TUN

Pemeriksaan Pokok Sengketa sengketa diawali dengan pemanggilan para pihak. panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirimkan dengan surat tercatat. Surat panggilan yang ditujukan kepada Tergugat disertai salinan gugatan dengan pemnberitahuan bahwa gugatan itu dapat dijawab dengan tertulis. Tahapan-tahapan dalam pemeriksaan pokok sengketa adalah Tahap pembacaan isi gugatan dari penggugat dan pembacaan jawaban dari tergugat,( Eksepsi tentang kewenangan absolut, Eksepsi tentang kewenangan relatif pengadilan,dan Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan pengadilan) Tahap pengajuan replik, Tahap pengajuan duplik, Tahap pengajuan alat-alat bukti, Tahap pengajuan kesimpulan, Tahap penjatuhan putusan.
 Acara Pemeriksaan Cepat hampir sama dengan Acara Pemeriksaan Biasa hanya waktu pelaksanaannya yang dipercepat dan tidak ada pemeriksaan persiapan. Proses tersebut terdiri dari Pengajuan Gugatan, Penelitian Administratif, Rapat Permusyawaratan, Pemeriksaan Pokok Sengketa dan Penjatuhan Putusan. Pembuktian adalah tata cara untuk menetapkan terbuktinya fakta yang menjadi dasar dari pertimbangan dalam menjatuhkan suatu putusan. Fakta dimaksud dapat terdiri dari Fakta Hukum dan Fakta Biasa. Fakta hukum adalah kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang eksistensinya (keberadaannya) tergantung dari penerapan suatu peraturan perundang-undangan. Sedangkan Fakta Biasa yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan adanya fakta hukum tertentu. Alat bukti ialah surat atau tulisan, keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan para pihak, pengetahuan hakim

Tahapan -Tahapan Penanganan Perkara Di Persidangan :

  • Pembacaan  GUGATAN  (Pasal 74 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Pemeriksaan Sengketa Dimulai Dengan Membacakan isi Gugatan dan Surat yang Memuat Jawabannya Oleh Hakim Ketua Sidang, dan Jika Tidak Ada Surat Jawaban, Pihak Tergugat Diberi Kesempatan Untuk Mengajukan Jawabannya.
  • Pembacaan  JAWABAN  (Pasal 74 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Pemeriksaan Sengketa Dimulai Dengan Membacakan isi Gugatan dan Surat yang Memuat Jawabannya Oleh Hakim Ketua Sidang, dan Jika Tidak Ada Surat Jawaban, Pihak Tergugat Diberi Kesempatan Untuk Mengajukan Jawabannya.
  • R E P L I K  (Pasal 75 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Penggugat Dapat Mengubah Alasan yang Mendasari Gugatan Hanya Sampai Dengan Replik, Asal Disertai Alasan yang Cukup Serta Tidak Merugikan Kepentingan Tergugat, dan Hal Tersebut Harus Disaksikan Oeh Hakim.
  • D U P L I K  (Pasal 75 Ayat 2 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Tergugat Dapat Mengubah Alasan yang Mendasari Jawabannya Hanya Sampai Dengan Duplik, Asal Disertai Alasan yang Cukup Serta Tidak Merugikan Kepentingan Penggugat dan Hal Tersebut Harus Dipertimbangkan Dengan Seksama Oleh Hakim.
  • PEMBUKTIAN  (Pasal 100 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Yang Dapat Dijadikan Alat Bukti Dalam Persidangan Adalah Sebagai Berikut :
  1. Surat atau Tulisan;
  2. Keterangan Ahli;
  3. Keterangan Saksi;
  4. Pengakuan Para Pihak;
  5. Pengetahuan Hakim.
  • KESIMPULAN  (Pasal 97 Ayat 1 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Dalam Hal Pemeriksaan Sengketa Sudah Diselesaikan, Kedua Belah Pihak Diberi Kesempatan Untuk Mengemukakan Pendapat yang Terakhir Berupa Kesimpulan Masing – Masing.
  • P U T U S A N  (Pasal 108 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
Pembacaan  PUTUSAN  (Pasal 108 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
(1) Putusan Pengadilan Harus Diucapkan Dalam Sidang Terbuka Untuk Umum;
(2) Apabila Salah Satu Pihak atau Kedua Belah Pihak Tidak Hadir Pada Waktu Putusan Pengadilan Diucapkan, Atas Perintah Hakim Ketua Sidang Salinan Putusan itu Disampaikan Dengan Surat Tercatat Kepada yang Bersangkutan;
(3) Tidak Dipenuhinya Ketentuan Sebagaimana Dimaksud Dalam Ayat (1) Berakibat Putusan Pengadilan Tidak Sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum.
Materi  Muatan  Putusan  (Pasal 109 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)
  • Kepala Putusan Yang Berbunyi : ” DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” ;
  • Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman, atau Tempat Kedudukan Para Pihak Yang Bersengketa ;
  • Ringkasan Gugatan dan Jawaban Tergugat Yang Jelas ;
  • Pertimbangan dan Penilaian Setiap Bukti Yang Diajukan dan Hal Yang Terjadi Dalam Persidangan Selama Sengketa Itu Diperiksa ;
  • Alasan Hukum Yang Menjadi Dasar Putusan ;
  • Amar Putusan Tentang Sengketa Dan Biaya Perkara ;
  • Hari, Tanggal Putusan, Nama Hakim Yang Memutus, Nama Panitera, Serta Keterangan Tentang Hadir atau Tidak Hadirnya Para Pihak.
Amar  Putusan  (Pasal 97 ayat 7 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986)

  • Gugatan Ditolak;
  • Gugatan Dikabulkan;
  • Gugatan Tidak Diterima;
  • Gugatan Gugur.

TENGGANG WAKTU GUGATAN TUN

Dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 disebutkan bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat tata usaha negara yang digugat. Dalam hal yang hendak digugat ini merupakan keputusan menurut ketentuan :
-         Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu 90 hari dihitung setelah lewat tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
-         Pasal 3 ayat (3), maka tenggang waktu itu dihitung setelah 4 bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
Dalam SEMA Nomor : 2 Tahun 1991 dinyatakan bahwa bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan tata usaha negara, yang merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan tata usaha negara yang bersangkutan.

GUGATAN TUN

Gugatan sengketa TUN diajukan kepada pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukuan tergugat. Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan. Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat TUN.
Gugatan harus memuat : 
1. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau kuasa hukumnya. 
2. Nama, jabatan dan tempat kedudukan tergugat. 
3. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan oleh pengadilan, apabila gugatan dibuat dan ditandatangai oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus disertai surat kuasa yang sah. Gugatan sedapat mungkin juga disertai keputusan TUN yang disengketakan oleh penggugat.

WEWENANG TUN

Jenis wewenang keputusan TUN adalah Atribusi, Mandat, dan Delegasi. Atribusi adalah wewenang yang langsung diberikan atau langsung ditentukan oleh peraturan perundang-undangan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Mandat adalah wewenang yang diberikan kepada penerima mandat dari pemberi mandat melaksanakan wewenang untuk dan atas nama pemberi mandat. Pada wewenang yang diberikan dengan mandat, mandataris hanya diberikan kewenangan untuk mengeluarkan KTUN untuk dan atas nama pemberi mandat, dengan demikian tidak sampai ada pengalihan wewenang dari pemberi mandat kepada mandataris.
Delegasi adalah wewenang yang diberikan dengan penyerahan wewenang dari delegans (pemberi delegasi) kepada delegataris (penerima delegasi). Dalam hal ini, delegataris telah diberikan tanggung jawab untuk mengeluarkan KTUN untuk dan atas nama delegataris sendiri.
Jika wewenang berbentuk atribusi atau delegasi maka yang menjadi tergugat adalah badan tau pejabat tata usaha negara yang memperoleh atau yang di beri wewenang. Jika wewenang berbentuk mandat, maka yang menjadi tergugat adalah yang memberikan wewenang.

OBJEK TUN

Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU no. 5 tahun 1986, dapat disimpulkan yang dapat menjadi objek gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah:


1.        Keputusan Tata Usaha Negara adalah “suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.” Bersifat konkret diartikan obyek yang diputuskan dalam keputusan itu berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Bersifat individual, diartikan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari satu orang, maka tiap-tiap individu harus dicantumkan namanya dalam keputusan tersebut. Bersifat final, diartikan keputusan tersebut sudah definitif , keputusan yang tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain, karenanya keputusan ini dapat menimbulkan akibat hukum.

2.        Yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal ini menjadi kewajiban, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Peraruran perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. Dalam hal Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) : “maka setelah lewat waktu 2 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan Keputusan Penolakan.”